Judul Buku : Asal Mula Konflik Aceh
Penulis : Anthony Reid
Penerbit/Tahun Terbit : Yayasan Obor Indonesia/2005
Jumlah Halaman : 372
Peresensi : Rizka Andriani

.
Aceh, sejak dahulu kala hidup dalam konflik. Luka dan darah yang senantiasa tumpah menjadi hal yang biasa. Perebutan wilayah dan kekuasaan menjadi hal yang lumrah. Mungkin hanya pada masa Peureulak saja, Aceh menjadi damai. Pada masa Peureulak, semua kalangan, baik warga kerajaan maupun pedagang yang hidup dari negeri seberang hidup berdampingan dengan damai. Jawa, Cina, Arab dan beberapa pedagang asing lainnya. Tak hanya itu gelora penyebaran agama juga marak terjadi pada masa ini.

Masa peralihan dari Peureulak ke Samudera Pasai terbilang damai. Tak ada riak konflik yang berarti, bahkan saat ini antara Peureulak dan Pasai terkesan bersinergi menjaga wilayah mereka sebagai pusat pelayaran dunia pada masa itu. Setiap masa jaya tentu ada masa akhir. Peureulak runtuh lalu menyusul Pasai pun mengalami kemunduran dan mengakui Aceh Darussalam sebagai penguasa dan juga pelindung kerajaan mereka pada masa itu.

Aceh Darussalam sebuah kerajaan yang berada di wilayah strategis dan memiliki kekayaan alam yang membuat kerajaan lain iri dengan semua kelebihannya. Untuk mengamankan wilayah kekuasaannya tentu saja Aceh harus membuat kesepakatan dengan wilayah-wilayah lain. Tak jarang ketika kesepakatan tak dijumpai, maka angkatan bersenjata yang akan membuat keputusan. Pahang, hingga ke Palembang pernah merasakan berada di bawah kekuasaan Aceh Darussalam. Tentu saja kebesaran ini mengundang kedengkian bagi Portugis yang telah lebih dahulu menduduki Malaka.

Penaklukan Konstantinopel memberikan dampak yang luar biasa besar bagi dunia Islam secara keseluruhan. Pelabuhan-pelabuhan strategis menjadi milik Ottoman, sebagai otoritas penguasa tunggal bagi kaum muslimin. Ini merupakan salah satu alasan yang memaksa Eropa mejadi salah satu bangsa pelayar, mengarungi lautan mencari sumber rempah dan mendapatkannya dengan harga yang murah. Portugis membuka jalan pelayaran, kemudian disusul Spanyol. Dan perjanjian Todersillas menjadi jalan bagi dua negara tersebut untuk memulai ekspansi menuju dunia baru untuk memproleh rempah. Kedua negara tersebut disusul oleh Belanda yang merupakan negara yang paling akhir melakukan pelayaran ke dunia timur untuk mencari kekayaan.

Belanda, dengan segala keserakahan untuk mengeruk keuntungan di wilayah Nusantara dengan sengaja telah melanggar kedaulatan Kerajaan Aceh Darussalam. Traktat Sumatera dan Traktat London yang telah mengakui Aceh Darussalam sebagai sebuah kerajaan yang berdaulat dilanggar oleh Belanda dengan melalukan penyerangan ke Kuta Radja pada April 1873. Ini merupakan awal konflik panjang di Aceh. Belanda dengan berbagai upaya untuk menjarah dan menguasai wilayah Aceh.

Walaupun demikian semangat juang masyarakat Aceh untuk menghadapi Belanda tak sirna. Hikayat Prang Sabi menjadi andalan utama saat mereka berangkat melakukan perlawanan. Tak hanya itu, Aceh juga meminta bantuan kepada Patronnya Turki Ottoman untuk memberikan bantuan, baik berupa pasukan maupun persenjataan. Dalam buku ini, Anthony Reid, mengungkapkan hubungan antara Aceh sebagai salah satu wilayah yang dilindungi oleh Turki Ottoman di masa lalu.

#ResensiSeptember2020

0 Shares
Tweet
Share
Pin
Share