Judul Buku : Dinasti Mamluk di Mesir dan Syam
Pengarang : DR. Muhammad Suhail Thaqqus
Penerbit : Pustaka Al Kautsar
Tahun terbit/cetakan : 2018/I
Jumlah Halaman : 799 halaman
Peresensi : Rizka Andriani

 

Budak yang menjadi Tuan

Pertengahan abad ke 13 M, dunia islam mengalami kemunduran yang disebabkan oleh Perang Salib, penyerangan Mongol dan perpecahan di tengah-tengah umat. Abbasiyah sebagai sebuah negara besar pada saat itu tak mampu menahan berbagai konflik pada masa itu. Persatuan dunia islam yang mulai tercipta pada masa Nuruddin Zanki dan Shalahuddin al Ayyubi memimpin perlawanan pada masa perang salib kembali terkoyak setelah kematian mereka. Kepentingan-kepentingan penguasa lokal lebih mendominasi dari pada persatuan umat. Sultan-sultan kecil di wilayah Mesir dan Syam saling berebut pengaruh dan kekuasaan.

Di sisi lain, pasukan Mongol mengintai kaum muslimin, selain untuk menjarah kekayaan Mesir dan Syam, juga untuk melampiaskan dendam mereka. Di wilayah Mesir sendiri terjadi konflik internal antara Sunni dan Syiah. Kondisi Abbasiyah demikian mengenaskan. Konflik Abbasiyah dan Saljuk merupakan faktor pendorong munculnya budak berkulit putih yang berasal dari Turki. Mamluk adalah budak kulit putih yang mendapatkan pendidikan yang menyeluruh di akademi militer. Pendidikan ini dibangun berdasarkan kepada kemampuan tempur dan militer yang ketat yang berhubungan dengan sektor angkatan bersenjata.

Budak Mamluk adalah budak yang eksklusif. Mereka tak bergaul dengan masyarakat lokal, masyarakat Mesir. Mereka hidup memisahkan diri dari masyarakat dan tidak menikah dengan wanita mesir. Sehingga kemurnian ras mereka terjaga. Jika dilihat dari karakteristik sejarah Mamluk, mereka sangat fanatis terhadap kelompok (Ashabiyah) dan primordialisme. Sejarah Mamluk adalah sejarah fanatisme kelompok yang demikian menonjol dengan sangat jelas. Setiap sultan memiliki partisan sendiri yang terdidik dari para Mamluk yang loyal dan tunduk kepadanya. Semakin kuat kelompok partisan seorang sultan maka semakin banyak jumlah Mamluk yang dimilikinya. Sehingga ia mampu dan semakin kuat untuk menghadapi pesaing para amir dan konspirasinya.

Demikian juga, semakin kuat kelompok partisan seorang amir maka semakin meningkat pula kemampuannya untuk menonjolkan diri mengakahkan para amir lain, dan bahkan merebut kekuasaan dari tangan sultan yang sedang berkuasa. Ini adalah sebuah fenomena sejarah yang unil dan menjadi ciri khas Dinasti Mamluk. Konflik yang terjadi dianatara kelompok-kelompok partisan tersebut pada gilirannga mengganggu kehidupan ekonomi, keamanan, dan pemerintahan.

Orang-orang Mamluk menganggap bahwa kekuasaan hanya bagi dan milik mereka yang mewarisi diantara sesama mereka saja. Hal ini lah yang pada gilirannya menjadikan pemerintahan mereka mampu bertahan. Mamluk sebagai sebuah bangsa banyak melahirkan konspirasi untuk menjatuhkan sesama mereka. Walaupun tak dapat dipungkiri bahwa diantara mereka terdapat pemimpin yang baik, menghargai kehormatan, memiliki kehormatan dan harga diri, mengagungkan agama dan bekerja untuk mengokohkan agama.

Mamluk berhasil membentuk sebuah negara islam yang cukup luas mencakup mesir dan Syam. Era Mamluk adalah era dimana Mesir dan Syam menjadi pusat perdagangan dunia, jalur utama perdagangan timur dan gerbang transit ke Eropa. Kematian al Muayyad Syaikh pada tahun 824 H/1421 M, menjadi titik berakhirnya era keemasan dan kejayaan Dinasi Mamluk, sekaligus menjadi titk awal kemunduran dinasti ini akibat dari perkembangan yang dilalui masyarakat Mesir di satu sisi, intensifikasi konflik internal di tubuh dinasti Mamluk di sisi lain. Lompatan perkembangan Eropa menuju sebuah era baru di sisi yang lain lagi, dan munculnya Dinasti Utsmaniyah yang semakin tumbuh besar di sisi yang lain.

Buku yang sangat menarik untuk menjadi bahan referensi bagi penikmat sejarah peradaban Islam dan layak untuk menjadi koleksi pribadi kita.

0 Shares
Tweet
Share
Pin
Share