Judul: Kura-Kura Berjanggut
Penulis: Azhari Aiyub
Penerbit: Banana
Tahun terbit: 2018
Peresensi : Maya Lestari GF
Selama empat hari saya mengeraskan hati menyelesaikan novel Kura-Kura Berjanggut, dan di penghujungnya yang bisa saya lakukan hanya … sssggghh. Menarik napas panjang. Berikut sedikit catatan saya untuk novel karya Azhari Aiyub, setebal 955 halaman (termasuk glosarium) ini. Catatan ini akan pendek, dan untuk mempermudah, saya membaginya dalam beberapa poin.
1. Keluasan data. Satu yang paling menonjol dalam novel ini adalah keluasan data sejarahnya, dan ini menunjukkan energi kesabaran sang penulis melakukan riset. Konon ia membutuhkan waktu 12 tahun untuk menyelesaikan cerita ini, termasuk terbang jauh-jauh ke Leiden, Belanda, untuk mengubek-ubek arsip sejarah. Seorang penulis macam saya ini harus belajar banyak dari buku Azhari ini soal perlunya riset yang sangat luas, seluas samudera. Bisa saya bayangkan, riset Azhari membentang dari Aceh hingga Kepulauan Sulu, dari China sampai ke Afrika, dari masa Turki Utsmani sampai Snouck Horgrounje.
2. Kura-Kura Berjanggut (selanjutnya disebut KKB), mengisahkan pelik melik siasat politik Lamuri, pertempuran bajak laut Melaka, serta percobaan pembunuhan terhadap Sultan Nuruddin, penguasa Lamuri, sebuah kerajaan di Aceh yang hadir sebelum masa Samudera Pasai.
Meski berlatar sejarah, novel ini bukan novel sejarah. Ini adalah kunci untuk memahami novel ini ya, karena saya yakin, akan ada pembaca yang bingung memisahkan antara fiksi dengan fakta di dalam buku ini. Cara Azhari mengisahkan KKB membuat kita merasa semua peristiwa itu sungguh ada. Fiksi dan fakta seakan bercampur aduk di dalamnya3. Alurnya acak. Maju mundur cantik. Bukan sekadar acak, tapi acak banget. Alurnya maju mundur berputar zig-zag, dan lainnya. Sebagai contoh. KKB diawali dengan kisah pembunuhan seorang mata-mata Sultan Nuruddin, tapi, siapa, apa, mengapa dan bagaimana mata-mata itu mati, baru kita ketahui di halaman keenam ratus sekian.
Lalu, kisah apa yang ada antara halaman 15-620?
Kisah individu-individu di dalam cerita itu. Yaitu si Aku (tokoh utama), Kamariah (saudara tiri sultan), Sultan Nuruddin, Ramla (ibu sultan), dll.
4. Nyaris sepanjang cerita saya membaca kisah-kisah cabul homoseksual, baik dalam bentuk narasi, maupun dialog. Kata-kata seputar alat kelamin juga bertebaran. Hal-hal yang berbau perzinahan, pembunuhan, pengisap candu, atau kekumuhan, mudah ditemukan di sini, membuat saya merasa kesultanan ini tak ubahnya sarang bagi perilaku amoral (mungkin ini terlalu berlebihan, tapi saya tak menemukan kata lain). Saya sudah Googling ttg Lamuri, dan data yang bisa ditemukan ttg kerajaan ini begitu minim. Yg jelas ini adalah kerajaan Islam Aceh sebelum lahirnya Samudera Pasai. Boleh jadi, maraknya amoralitas yang disajikan Azhari hanya imajinasinya belaka, atau, mungkin bacaan saya yang kurang.
Apapun itu, penggambaran Lamuri yang seperti ini tidak terlalu saya suka.
5. KKB yang menjadi judul novel adalah nama kelompok rahasia yang menghabiskan belasan tahun waktu untuk membunuh Sultan Nuruddin, tapi, kisah tentangnya terlalu sedikit dibanding luasnya cerita.
6. Sampai novel ini selesai saya baca, saya tidak tahu persis siapa gerangan tokoh utama ini. Nama pastinya tidak diketahui. Namun, dugaan saya dia anak saudagar Gujarat, Mir Hasan, yang melarikan diri saat Sultan Nuruddin membantai habis puluhan saudagar merica di Lamuri karena dianggap telah membunuh ibunya. Si aku ini yang disebut si Ujub, menyamar selama sekitar 15 tahun untuk membunuh Sultan. Kenapa? Karena ia menganggap sultan sudah membunuh orang tuanya. Tidak diketahui apakah dia berhasil melakukan pembunuhan itu atau tidak.
7. Dari sisi kelihaian memainkan cerita, menyusun alur, diksi, riset, novel ini juara, tapi, karena ketika membaca sebuah buku, kita bukan cuma membaca diksi, plot, dll, tapi juga membaca isi ceritanya, maka saya simpan saja rate-nya untuk diri saya ππππ
O ya, satu lagi, cerita ini sebenarnya berhenti di halaman 676, sisanya (sekitar 274 halaman) adalah kisah orang-orang yang tidak berhubungan dengan cerita.
Komentar